Sabtu, 26 Januari 2013

Saat Aku Lanjut Usia


"Genggam tanganku saat tubuhku terasa linu.
Kupeluk erat tubuhmu saat dingin menyerangmu.
Kita lawan bersama dingin dan panas dunia,
saat kaki t'lah lemah, kita saling menopang.

Hingga nanti disuatu pagi, salah satu dari kita mati..
Sampai jumpa di kehidupan yang lain...."


Sepenggal lirik itu diambil dari lagu Sheila on 7, yang berjudul "Saat Aku Lanjut Usia".
Lagu itu keputer di playlist ketika lagi bengong sambil menikmati secangkir kopi dan kretek ketika diluar ruangan hujan dengan derasnya mengguyur Purwokerto.

Tiba-tiba teringat kawan-kawan lama yang udah lama ga keliatan, kawan-kawan seperjuangan dulu yang sekarang udah ga pernah keliatan di jejaring sosial sekalipun. Entah itu temen jaman SD, SMP, atau SMA. Inget aja dulu sering ngabisin waktu bwt nongkrong ga jelas, ngabisin waktu sehabis pulang sekolah atau sekedar pulang bareng. Juga ketika ada rapat atau kegiatan organisasi lain sehabis jam sekolah.
Penggalan lirik itu cukup dalem, dan gw ga memaknainya sebatas hubungan dua insan yang disebut sebagai sepasang kekasih. Tapi mungkin lebih cenderung ke "sahabat".


Tertawa lepas seolah hari esok adalah urusan lain, dan melewati trotoar dengan angkuh.
Ketika gang yang sempit kita sebut sebagai jalan "kita", dan jalan raya adalah arena "membakar" aspal.
Ketika seragam tidak membedakan siapa kita.
Ketika sapaan hangat, jabat erat tangan dan pelukan jauh lebih berarti daripada sekedar "like" atau "retweet" di jejaring sosial.
Ketika berkunjung ke rumah menjadi momen untuk mengetahui siapa dirimu sesungguhnya. Bukan profilmu, dindingmu, atau kicauanmu yang kuikuti.
Ketika kata-kata kasar terlontar begitu saja tanpa ada rasa bersalah karena kita tidak menulisnya di area yang dapat dibaca oleh pengikutmu.
Kita masih muda, sejak itu, kini, dan nanti kawan..

Rasa dingin telah kita kalahkan dengan tawa.
Panas telah kita sejukkan dengan kebersamaan.
Tak peduli siapa dirimu.

I miss that moment guys, seriously.

Gw ngebayangin aja, seandainya raga kita udah tua, masih kah kita tertawa lepas? tanpa harus tersengal-sengal sampai terbatuk-batuk dengan nafas terputus-putus?
Masih kuatkah kita melewati malam tanpa menggigil sambil menikmati kehangatan dibawah lampu temaram, di suatu sudut kota hujan itu?
Dan masihkah ada kehangatan disana kelak yang bisa mengusir hawa dingin, yang perlahan menggerogoti badan kita?

Ketika waktu itu tiba, ketika raga kita tak sanggup berdiri dan jiwa kita merindukan penciptanya...
Hanya Dia yang bisa mempertemukan kita. Sampai jumpa nanti, jika Dia mengizinkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar